ARTIKEL

Minggu, 29 Agustus 2010

Sayang Ibu

Beribu-ribu waktu telah dihabiskan 'Ibu' untuk kita sebagai anakanya yang telah dikandung selama 9 bulan dan dilahirkan kedunia dengan penuh peluh dan perjuangan. Memberi ASI, memakaikan popok, dan mengurus semua kebutuhan kita sewaktu kecil hingga sampai cukup umur untuk berjuang mandiri. Dan semua itu dijalaninya dengan penuh rasa kasih dan sayang yang tiada tandingannya.

Kalau kita tahu saat kita masih bayi, ibu kita sering terbangun saat kita menangis karena kita ngompol. Dan tak tidur lagi jika kita belum tidur, bahkan sampai pagi menjelang.

Setelah kita mulai beranjak remaja, muncul rasa pubertas yang mengebu-gebu, ego yang tak terkendali, bahkan kalau tak sadar kita sering mencaci dan memaki. Apalagi kalau disuruh belanja, ya walaupun warung dekat tapi rasanya sulit kaki kita untuk dilangkahkan, "entar dulu mah", "eungke heula", "ah", "iiiihhh", berbagai ungkapan yang terlontar dari mulut kita.

Bahkan setelah mengenal yang namanya pacar, kita malah lebih condong pada pacar. Jika dibandingkan dengan pacar kita, kita pasti lebih peduli dengan pacar kita. Buktinya, kita selalu cemas akan kabar pacar kita, cemas apakah dia sudah makan atau belum, cemas apakah dia bahagia bila disamping kita.

Namun, apakah kita semua pernah mencemaskan kabar dari ortu kita? Cemas apakah ortu kita sudah makan atau belum? Cemas apakah ortu kita sudah bahagia atau belum? Apakah ini benar? Kalau ya, coba kita renungkan kembali lagi..

Di waktu kita masih mempunyai kesempatan untuk membalas budi ortu kita, lakukanlah yang terbaik. Jangan sampai ada kata "MENYESAL" di kemudian hari.